Inersia kognitif

Inersia kognitif atau kelambanan kognitif adalah kecenderungan untuk orientasi tertentu dalam cara individu berpikir tentang suatu isu, keyakinan ataupun strategi untuk menolak perubahan. Dalam literatur klinis dan ilmu saraf dapat didefinisikan sebagai kurangnya motivasi untuk menghasilkan proses kognitif yang berbeda yang diperlukan untuk mengatasi masalah atau isu. Sebuah pilihan atau preferensi pada orang dengan inersia kognitif akan menjadi sebuah kebiasaan. Jadi, apabila orang tersebut harus memilih suatu hal, maka dia akan memilih pilihan yang sama dan menjadi kebiasaan.[1] Penggunaan istilah dalam fisika, yakni inersia, dimaksudkan untuk memberi penekanan pada kecenderungan untuk menolak perubahan terhadap keadaan, seperti metode pemrosesan kognitif terdahulu yang digunakan dalam jangka waktu yang lama. Inersia kognitif berbeda dengan keteguhan keyakinan. Pada inersia kognitif, terdapat kesulitan dalam mengubah cara menginterpretasikan informasi. Namun pada keteguhan keyakinan, hal yang sulit diubah adalah keyakinan itu sendiri. Misalnya, dalam ilmu manajemen dan organisasi, konsep "inersia kognitif" menggambarkan fenomena di mana manajer mungkin gagal mengevaluasi kembali situasi bahkan ketika terjadi perubahan besar.[2]

Secara kausal, inersia kognitif berkaitan dengan variasi pekerjaan agar orang dengan ancaman orang tersebut kembali waspada yang akan datang karena harus membiasakan diri dari pekerjaan berbeda. Seperti, ketika seseorang melakukan pekerjaan yang sama secara terus-menerus dalam waktu yang lama, maka orang itu akan merasa ahli dan kurang berhati-hati, dan di situlah bahayanya. Fenomena inersia kognitif di bidang psikolog ekonomi dan industri menjelaskan betapa sukarnya untuk mengubah pilihan merek pada seseorang, sukar untuk menerima perubahan saat curah pendapat, dan sukar untuk mengubah strategi bisnis.[3]

Penggunaan di bidang klinis, inersia kognitif dapat digunakan sebagai peralatan diagnostik untuk penyakit neurodegeneratif, depresi, mapun kecemasan. Gangguan depresi merupakan gangguan psikis umum, siapapun dapat mengalami. Gangguan pada fungsi kognitif dikenal juga sebagai gangguan degenerasi yang ditemukan sejak puluhan tahun lalu. Bahkan seetelah degenerasi remisi, gangguan kognitif ini masih tetap ada.[4] Para kritikus menyatakan istilah ini terlampau menyederhanakan terjadinya resistensi terhadap suatu hal hanya melibatkan proses di balik proses berpikir. Mereka menyarankan pendekatan yang lebih menyeluruh yang melibatkan faktor motivasi, emosi, dan perkembangan seseorang.

  1. ^ Inter-American Development Bank (2016). Saving for Development: How Latin America and the Caribbean Can Save More and Better. US: Palgrave Macmillan. hlm. 226. ISBN 9781349949281. 
  2. ^ Alós-Ferrer, Carlos; Hügelschäfer, Sabine; Li, Jiahui (2016). "Inertia and Decision Making" (PDF). Journal Frontiers in Psychology. 7: 1. doi:10.3389/fpsyg.2016.00169. PMC 4754398alt=Dapat diakses gratis. PMID 26909061. 
  3. ^ Jost, John T.; Sidanius, Jim. Key Readings in Social Psychology: Political Psychology (PDF). New York: Psychology Press. hlm. 1. ISBN 1-84169-069-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-14. Diakses tanggal 2021-12-14. 
  4. ^ "Pentingnya Fungsi Kognitif". news.unair.ac.id. UNAIR News. 2021. Diakses tanggal 2021-12-18. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search